Tambang PT Freeport
JAKARTA (gemaislam) – Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, memperpanjang nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MOU) dengan PT Freeport Indonesia.
Menteri ESDM mengatakan, pemerintahan memahami keinginan PT Freeport Indonesia soal permintaannya untuk diperpanjang konrak di wilayah tambang Grasberg, Papua, pascahabis pada 2021. Menurutnya, Freeport memandang perlu kepastian perpanjangan kontrak atas rencana pengeluaran investasi senilai 17,3 miliar dolar AS. Hal ini disampaikan Sudirman saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR di Jakarta.
Ketua DPP Partai Gerindra FX. Arief Poyuono menyatakan, Presiden Jokowi dinilai melanggar konstitusi karena memberikan perpanjangan izin ekspor PT Freeport ditengah memanasnya konflik KPK dan Polri. Presiden Jokowi pun dinilai sengaja menciptakan konflik perseteruan dua lembaga hukum itu untuk mengalihkan perhatian publik dari kebijakan perpanjangan izin perusahaan asing tersebut.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon meminta pemerintah mencabut Memorandum of Understanding (MoU) dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) yang baru saja diperpanjang.
Pasalnya, perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu dianggap melanggar Undang-undang Minerba tahun 2014 tentang larangan ekspor mineral mentah. “Ini pelanggaran terhadap UU karena ada klausul memperpanjang izin ekspor tanpa proses pemurnian,” tegasnya.
Anggota DPD dari Provinsi Papua, Carles Simaremare mengatakan pemerintah pusat tidak tegas jika berurusan dengan Freeport. Masyarakat Papua sangat menyayangkan adanya perpanjangan MOU dengan Papua yang tidak membahas dengan masyarakat lokal.
“Kami sangat menyayangkan perpanjangan MOU itu, bukti arogansi pemerintah pusat pada masyarakat Papua,” tegas Carles.
Carles menambahkan, selama ini, masyarakat lokal tidak dilibatkan dalam pembahasan perjanjian dengan Freeport. Padahal, Pemerintah daerah sudah menunjukkan komitmennya untuk mendukung pemerintah pusat.
Pengamat energi Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menilai perpanjangan izin ekspor PT Freeport Indonesia telah melanggar Undang-undang (UU) Minerba.
Dia memandang, sejak awal pemerintah melangkah dengan kebijakan yang salah. Kebijakan tersebut saat mereka memberi relaksasi selama enam bulan pada 25 Juli 2014 lalu. Ternyata relaksasi itu masih berlanjut sampai enam bulan ke depan. Menurutnya, ekspor konsentrat Freeport harus dilarang jika pemerintah ingin konsisiten dengan UU.
Direktur Indonesia Mining and Energy Studies (IMES), Erwin Usman mengatakan, Indonesia tidak tegas dalam melaksanakan Undang-undang 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Sebab, selama ini Indonesia masih belum bisa tegas terhadap PT Freeport dan PT Newmount.Dalam Undang-undang tersebut sudah jelas tertulis, bagi perusahaan yang tidak patuh pada UU Minerba akan dikenakan sanksi tegas.
Erwin mengatakan seharusnya jika pemerintah tegas terhadap Freeport, Indonesia bisa secara mandiri mengolah mineral. Karena ketidak tegasan itu, mineral malah habis dikeruk oleh perusahaan asal amerika tersebut. Dia juga menegaskan pemerintah untuk tidak memperpanjang ijin Freeport pada 2021.
Kementerian ESDM Akui Pelanggaran UU
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) mengakui telah melanggar undang-undang yang berlaku lantaran memberikan izin ekspor kepada PT Freeport Indonesia.
Dirjen Minerba, R Sukhyar, mengatakan, batasan waktu memberhentikan ekspor konsentrat diberlakukan pada 11 Januari 2014. Namun, ada beberapa pertimbangan yang membuat pemerintah tidak sejalan dengan UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009. Keputusan itu diambil karena tidak ingin melihat kevakuman pada industri minerba di Indonesia. Sebab jika sesuai UU maka pada 11 Januari 2014 seluruh pemegang IUP, baik KK maupun PKP2B, harus dihentikan produksinya.
“Bahwa itu tidak sesuai UU kita sadar. Ini kan dilematis diambil sikap oleh pemerintah. Kan seharusnya berhenti. Kenapa tidak diambil kan celaka kalau semua harus dihentikan. Kevakuman terjadi sementara memang kita tidak siap menyiapkan perangkat, apalagi kenyataannya membangun smelter energinya tidak ada,” tambahnya, demikian lansir Republika.
Red: Lulus Bektiyono
nasional.gemaislam.com
Tidak ada komentar