Slider

Aktual

Smal Galeri

Artikel

Aqidah

Galeri

Berita

Video

Kiat Mengobati Futur Dan Malas Menuntut Ilmu Agama Penyakit futur dan malas banyak menjangkiti orang-orang yang menuntut ilmu agama dan juga orang-orang yang berusaha menapaki jalan kebenaran. Bagaimana solusinya?
  menuntut_ilmu
Futur artinya rasa malas dan lemah setelah sebelumnya ada masa rajin dan semangat. Dalam kamus Lisanul ‘Arab futur didefinisikan,
سكن بعد حدّة ولانَ بعد شدة
“diam setelah intensitas tinggi, yaitu setelah melakukan dengan usaha keras”
Penyakit futur dan malas banyak menjangkiti orang-orang yang menuntut ilmu agama dan juga orang-orang yang berusaha menapaki jalan kebenaran. Bagaimana solusinya?
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin pernah ditanya, “banyak penuntut ilmu agama yang lemah tekadnya dan futur dalam menuntut. Sarana apa saja yang dapat membangkitkan tekad dan semangat dalam menuntut ilmu?“. Beliau menjawab:
***
Dha’ful himmah (tekad yang lemah) dalam menuntut ilmu agama adalah salah satu musibah yang besar. Untuk mengatasi ini ada beberapa hal:
1. Mengikhlaskan niat hanya untuk Allah ‘Azza Wa Jalla dalam menuntut ilmu
Jika seseorang ikhlas dalam menuntut ilmu, ia akan memahami bahwa amalan menuntut ilmu yang ia lakukan itu akan diganjar pahala. Dan ia juga akan memahami bahwa ia akan termasuk dalam tiga derajat manusia dari umat ini*), lalu dengan itu semangatnya pun akan bangkit.
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ
“Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid” (QS. An Nisa: 69)
2. Selalu bersama dengan teman-teman yang semangat dalam menuntut ilmu
Dan teman-teman yang dapat membantunya dalam berdiskusi dan meneliti masalah agama. Jangan condong untuk meninggalkan kebersamaan bersama mereka selama mereka senantiasa membantu dalam menuntut ilmu.
3. Bersabar, yaitu ketika jiwa mengajak untuk berpaling dari ilmu
Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلَا تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini” (QS. Al Kahfi: 28)
Maka bersabarlah! Jika seseorang mampu bersabar lalu senantiasa kembali untuk menuntut ilmu maka lama-kelamaan menuntut ilmu akan menjadi kebiasaan baginya. Sehingga hari ketika ia terlewat dari menuntut ilmu akan terasa hari yang menyedihkan baginya.
Adapun ketika jiwa menginginkan ‘rasa bebas’ sebentar dari menuntut ilmu, maka jangan biarkan. Karena jiwa itu mengajak kepada keburukan. Dan setan itu senantiasa menghasung orang untuk malas dan tidak mau ta’lim (menuntut ilmu).

Sumber: Kitabul ‘Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, hal 97, cetakan Darul Iman
*) maksud Syaikh, orang yang berilmu lah yang bisa menapaki jalan yang lurus yaitu shiratal mustaqim, dan akan bersama dengan orang-orang menjalani jalan tersebut. Sedangkan siapa saja orang yang menapaki shiratal mustaqim dijelaskan dalam surat An Nisa ayat 69 yang beliau sebutkan. Wallahu a’lam.

Penerjemah: Yulian Purnama
Artikel Muslim.Or.Id
Rahasia Teknologi Ternak Lele Panen 8 Kali Lipat. Lele merupakan makanan favorit msyarakat dengan protein yg cukup tinggi. Berbagai upaya teknologi ternak lele dikembangkan untuk menggenjot produksi lele.

Kolam 1 m3 mampu menghasilkan 250 kg lele, lazimnya hanya 31 kg. Panen lele kini meningkat 800%. Sekilas tidak ada yang spesial di empat kolam semen yang saling berhadapan itu. Pengelola membudidayakan lele di kolam milik Sekolah Tinggi Perikanan (STP), Serang, Provinsi Banten, itu.
Yang istimewa sebuah kolam berukuran 2 m x 1,5 m x 0,7 m itu berpopulasi 5.000 lele. Artinya rata-rata populasi 2.380 ikan per 1 m3. “Lazimnya peternak hanya mengisi 300 lele per m3,” kata Margono SSTPi, penanggung jawab pembenihan di kampus itu.
x


Margono menebar bibit berukuran 9—10 cm. Alasannya daya adaptasi tinggi dan lebih seragam sehingga tidak perlu penyortiran ukuran. Mereka menggunakan lele sangkuriang hasil pembenihan sendiri. Pemberian pakan dengan pelet dua kali sehari sampai kenyang. Pemberian pakan secepat mungkin agar tersebar merata ke semua lele. Food Convertion Ratio (FCR) atau rasio konversi pakan mencapai 0,9—1.

Artinya untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan 0,9—1 kg pakan. Survival rate atau tingkat kelulusan hidup mencapai 80%. Lama pemeliharaan 3 bulan. Panen dilakukan sekali per 2 pekan saat 1 kg lele berisi 8 ekor. “Hasil panen berkisar antara 450—500 kg per kolam,” kata Margono. Panen terakhir pada Juli 2015 menghasilkan 468 kg lele. Hasil panen dijual ke beberapa pengepul dari Serang dan sekitarnya.

Teknologi Ternak Lele: Panen besar
Saat itu Margono menjual ikan anggota famili Clariidae itu Rp19.500 per kg. Ia mengutip laba Rp8.000 per kg sehingga labanya Rp3,7-juta per kolam. Total jenderal Margono meraup Rp29,9-juta dari 8 kolam. Bandingkan dengan omzet peternak konvensional yang menebar 300 ekor per m3. Dengan sintasan 90% peternak hanya menuai 62 kg dalam periode sama. Artinya produksi lele di kolam Margono 700% lebih tinggi.
Produksi meningkat karena populasi lele superpadat. Padahal, kebanyakan peternak enggan membudidayakan lele dengan kepadatan tinggi karena berpotensi mati. Kepala Bagian Administrasi Pelatihan Perikanan Lapangan (BAPPL), Sekolah Tinggi Perikanan, Sinung Rahardjo APi MSi, mengatakan kematian tinggi karena kandungan oksigen dalam air rendah sehingga tercipta kondisi anaerob.

Dampaknya dekomposisi bahan organik menimbulkan senyawa beracun seperti amonia, nitrit, dan hidrogen sulfida. Senyawa itu lebih cepat terserap insang daripada oksigen sehingga menyebabkan ikan mati. Meski padat tebar tinggi, Clarias sp. di kolam milik BAPPL hidup nyaman. Survival rate alias tingkat kelulusan hidup mencapai 80%. Apa rahasia lele hidup tenteram di kolam kecil tapi bisa panen besar?

“Kami menggunakan teknologi Catfish Farming in Recirculation System Tank (C-First) atau budidaya lele dengan sistem resirkulasi,” kata Sinung. Kandungan oksigen dengan sistem resirkulasi menjadi lebih baik karena adanya aliran air sepanjang waktu sehingga kondisi menjadi aerob. Dampaknya nitrifikasi alias perubahan amonia menjadi nitrit dan nitrit menjadi nitrat berlangsung dengan baik.

Oleh karena itu senyawa beracun penyebab kematian ikan tidak terbentuk. Dengan cara itu lele dengan padat tebar tinggi hidup nyaman. Itu sejalan dengan penelitian Nainna Anjanni Ade Lestari, Rara Diantari, dan Eko Efendi. Para periset dari Jurusan Budidaya Perairan Universitas Lampung itu yang mengungkapkan kandungan fosfat menurun karena penggunaan filter mekanik berupa arang dan zeolit.

Hasil riset yang termaktub dalam e-Jurnal Rekayasa Dan Teknologi Budidaya Perairan 2015 itu menunjukkan arang paling banyak menyerap fosfat sebanyak 0,02675 mg per liter. Sementara zeolit menurunkan fosfat 0,021 mg per liter. Konsenstrasi fosfat yang tinggi dalam perairan mempengaruhi metabolisme ikan dan bisa menyebabkan kematian.

Teknologi Ternak Lele: Filter biologis
Kepala BAPPL sebelumnya, Dr TB Haeru Rahayu MSc, yang mempopulerkan istilah C-First 250. Angka 250 mengacu pada hasil panen 250 kg per m3. Penelitian terkait C-First dilakukan sejak 2004. Sistem itu lahir berkaitan dengan isu budidaya yang berkelanjutan. Prinsipnya mengefisiensikan penggunaan energi dan meminimalisir limbah.

Peneliti lele dari Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (BPPI), Sukamandi, Subang, Jawa Barat, Bambang Iswanto SPi MP, mengatakan sistem resirkulasi pada budidaya lele tergolong baru di Indonesia. Bambang sudah mengunjungi beberapa sentra lele seperti Bogor (Jawa Barat), Boyolali (Jawa Tengah), dan Tulungagung (Jawa Timur) dan belum menemukan peternak yang menggunakan sistem itu. “Mungkin ini baru yang kali pertama,” kata pria berumur 36 tahun itu.

Resirkulasi pada pembenihan lazim dilakukan para peternak ikan di Belanda. Bambang pernah memperoleh informasi pembesaran ikan di beberapa negera di Afrika menggunakan sistem resirkulasi. Sayang, informasi yang ia dapat kurang mendetail sehingga tidak diketahui pasti sistem resirkulasi yang digunakan.
xDengan C-First air di kolam itu disirkulasi sepanjang waktu. Margono mengandalkan pompa 125 watt untuk mengalirkan air. Jika listrik padam, ia memanfaatkan genset. Dari kolam air mengalir melewati talang berdiameter 10 cm menuju filter mekanik. Partikel kasar dalam air tersaring di dalam filter mekanik yang berisi susunan papan kayu. Selanjutnya air masuk ke bak pengendapan tempat partikel halus terperangkap.

Setelah itu air dipompa ke atas melewati filter biologis yang berisi bola-bola hitam alias bioball. Di dalam filter biologis itulah terjadi proses nitrifikasi. Terakhir air masuk ke bak kontrol yang selanjutnya mengalirkan air ke masing-masing kolam. Setiap pekan petugas membersihkan filter mekanik untuk menghilangkan kotoran sehingga dapat berfungsi maksimal.

Teknologi Ternak Lele: Serbahemat
Menurut Bambang sistem resirkulasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Salah satu kelebihan sistem itu yakni hemat air dan berproduksi banyak karena padat tebar tinggi. Kelemahan sistem ini antara lain mengandalkan listrik agar pompa bekerja mengalirkan air. Lebih lanjut Bambang mengatakan teknik resirkulasi memungkinkan diadopsi peternak lain.
“Sistem itu pilihan lain bagi peternak. Sebab tiap daerah punya cara tersendiri membudidayakan lele,” kata pria kelahiran Malang, Jawa Timur, itu. Sinung menuturkan C-First dapat dilakukan pada daerah yang pasokan airnya terbatas. Sistem ini juga hemat tempat sehingga dapat dilakukan di perkotaan. Yang istimewa produktivitas C-First tinggi. “Pengelolaan kolam juga mudah,” kata Margono.

Menurut Sinung sistem resirkulasi konsep lama. Masyarakat tidak tertarik membuat sistem itu karena biayanya mahal. Margono mengatakan kolam resirkulasi di Serang menghabiskan Rp60-juta. Apalagi sistem itu sangat mengandalkan listrik sebagai penggerak pompa. Solusinya pembuatan kolam C-First bisa dilakukan oleh kelompok pembudidaya sehingga biaya lebih ringan. (Riefza Vebriansyah – Majalah Trubus)