Slider

Aktual

Smal Galeri

Artikel

Aqidah

Galeri

Berita

Video


Apakah itu ?. An-Nasaa’iy rahimahullah berkata :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ، قَالَ: حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ، وَهِشَامُ بْنُ عَبْدِ الْمَلِكِ، قَالَا: حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عَمْرٍو الْفَزَارِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي آخِرِ وِتْرِهِ:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah bin Al-Mubaarak, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Sulaimaan bin Harb dan Hisyaam bin ‘Abdil-Malik, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Hisyaam bin ‘Amru Al-fazaariy, dari ‘Abdurrahmaan bin Al-Haarits bin Hisyaam, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa mengucapkan doa pada akhir witirnya : ‘Allaahumma innii a’uudzu bi-ridlaaka min sakhathika, wa bi-mu’aafaatika min ‘uquubatika, wa a’uudzu bika min-ka laa uhshii tsanaa-an ‘alaika, anta kamaa atsnaita ‘alaa nafsika’ (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dengan keridlaan-Mu dari kemurkaan-Mu, dengan maaf-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindung dengan-Mu dari-Mu. Aku tidak bisa menghitung pujian kepada-Mu sebagaimana Engkau telah memuji diri-Mu sendiri" [Diriwayatkan oleh An-Nasaa'iy no. 1747; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan An-Nasaa'iy 1/559, Maktabah Al-Ma'aarif, Cet. 1/1419 H].
Makna ‘pada akhir witirnya’ (fii aakhiri witrihi) adalah :
a.     Akhir shalat sebelum salam, dengan dalil :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ، حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ، أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عَمْرٍو الْفَزَارِيِّ، عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ هِشَامٍ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، أَنّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي وِتْرِهِ: " اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَأَعُوذُ بِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ ".
Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Manii’ : Telah menceritakan kepada kami Yaziid bin Haaruun : Telah mengkhabarkan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Hisyaam bin ‘Amru Al-Fazaariy, dari ‘Abdurrahmaan bin Al-Haarits bin Hisyaam, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam biasa mengucapkan doa pada shalat witirnya : “......(al-hadits).....” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy, 5/527-528 no. 3566; dan ia berkata : ‘hadits hasan ghariib’].
At-Tirmidziy meletakkan hadits ini dalam bab : fii du’aa al-witr (tentang doa shalat witir).
b.     Akhir shalat setelah salam, dengan dalil :
أنا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ، عَنْ يَزِيدَ، عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ، عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، قَالَ: بِتُّ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ، فَكُنْتُ أَسْمَعُهُ إِذَا فَرَغَ مِنْ صَلاتِهِ وَتَبَوَّأَ مَضْجَعَهُ، يَقُولُ: " اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ، وَأَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ، اللَّهُمَّ لا أَسْتَطِيعُ ثَنَاءً عَلَيْكَ، وَلَوْ حَرَصْتُ، وَلَكِنْ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ ".
Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Aliy bin Hujr : Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil, dari Yaziid, dari Ibraahiim bin ‘Abdillah bin ‘Abdil-Qaariy, dari ‘Aliy bin Abi Thaalib, ia berkata : Aku pernah menginap di rumah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam di suatu malam, dan aku mendengar beliau ketika usai dari shalatnya dan berbaring di tempat tidurnya berdoa : “.....(al-hadits)....” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa no. 10656].
Sanad riwayat ini lemah, karena keterputusan antara Ibraahiim bin ‘Abdillah dan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu.
Zakariyyaa Al-Anshaariy rahimahullah (salah seorang fuqahaa’ Syaafi’iyyah) berkata :
يُسَنُّ أَنْ يَقُولَ بَعْدَ الْوِتْرِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّوسِ وَأَنْ يَقُولَ اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِرِضَاك مِنْ سَخَطِك وَبِمُعَافَاتِك مِنْ عُقُوبَتِك وَأَعُوذُ بِك مِنْك لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْك أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْت عَلَى نَفْسِك
“Disunnahkan untuk mengucapkan setelah shalat witir subhaanal-malikil-qudduus – sebanyak tiga kali - , dan berdoa : allaahumma innii a’uudzu bi-ridlaaka min sakhathika, wa bi-mu’aafaatika min ‘uquubatika, wa a’uudzu bika minka, laaa uhshii tsanaa-an ‘alaika anta kamaa atsnaita ‘alaa nafsika. Dalam kedua hal tersebut terdapat dua hadits shahih dalam Sunan Abi Daawud dan yang lainnya” [Asnal-Mathaalib, 3/206].
Doa tersebut juga masyruu’ diucapkan ketika sujud, sebagaimana riwayat :
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْمُبَارَكِ، وَنُصَيْرُ بْنُ الْفَرَجِ، وَاللَّفْظُ لَهُ، قَالَا: حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ، عَنْ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، قالت: فَقَدْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَجَعَلْتُ أَطْلُبُهُ بِيَدِي، فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى قَدَمَيْهِ وَهُمَا مَنْصُوبَتَانِ وَهُوَ سَاجِدٌ، يَقُولُ: " أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ، لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ "
Telah mengkhabarkan kepada kami Muhammad bin ‘Abdillah bin Al-Mubaarak dan Nushair bin Al-Faraj - dan lafadh ini miliknya - , mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Usaamah, dari ‘Ubaidullah bin ‘Umar, darii Muhammad bin Yahyaa bin Habbaan, dari Al-A’raj, dari Abu Hurairah, dari ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa, ia berkata : “Aku pernah kehilangan Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam pada suatu malam, dan aku mencari-carinya dengan kedua tanganku (karena gelap). Lalu kedua tanganku mendapati kedua telapak kaki beliau yang berdiri tegak, yang waktu itu beliau sedang dalam keadaan sujud. Beliau mengucapkan doa : ‘A’uudzu bi-ridlaaka min sakhathika, wa bi-mu’aafaatika min ‘uquubatika, wa a’uudzu bika min-ka laa uhshii tsanaa-an ‘alaika, anta kamaa atsnaita ‘alaa nafsika’” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 169; dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan An-Nasaa’iy, 1/63].
Wallaahu a’lam.
Itu saja yang dapat dituliskan, semoga ada manfaatnya.
[abul-jauzaa’ – sardonoharjo, ngaglik, sleman, yogyakarta – 26072012].

Abul Abbas Khadir Nursalim

Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani berkata: "Tidak ada keberuntungan kecuali sampai engkau mengikuti Al-Kitab (Al-Qur'an) dan As-Sunnah" (Fathur-Rabbani, hal.128)

Berkata Al-Imam Ahmad bin Hambal: "Siapa yang meninggal di atas Islam dan As- Sunnah maka ia meninggal di atas kebaikan seluruhnya." (Al-Manaqib Ibnu Jauzi hal. 180)

Syaikh Abdul Qadir Al-Jaelani berkata: "Asas kebaikan adalah iitiba' kepada Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam dalam perkataan dan perbuatannya. " (Fathur-Rabbani, hal.207)

Abdullah bin 'Uthbah bin Mas'ud berkata: "Kamu tidak akan salah selamanya asalkan kamu diatas As-Sunnah." (Al-Hujajul Qawiyyah, 30)

Berkata Imam Al-Barbahary : "Ketahuilah sesungguhnya Islam itu adalah sunnah dan sunnah adalah Islam dan tidaklah tegak salah satu dari keduanya kecuali dengan yang lainnya" (lihat : Syarh As-Sunnah hal.65 point 1).

Berkata Imam Asy-Syathiby: "(Kata sunnah) digunakan sebagai kebalikan/lawan dari bid'ah maka dikatakan : "Si fulan di atas sunnah" apabila ia beramal sesuai dengan tuntunan Nabi Shallallahu `alaihi wa sallam yang sebelumnya hal tersebut mempunyai nash dari Al-Qur'an, dan dikatakan "Si Fulan di atas bid'ah" apabila ia beramal menyelisihi hal tersebut (sunnah)". (Al-Muwafaqot 4/4)

Berkata Imam Ibnu Rajab -rahimahullahu ta'ala-: "Sunnah adalah jalan yang ditempuh, maka hal itu akan meliputi berpegang teguh terhadap apa-apa yang nabi Shallallahu'alaihi wasallam berada di atasnya dan para khalifahnya yang mendapat petunjuk berupa keyakinan, amalan dan perkataan. Dan inilah sunnah yang sempurna, karena itulah para ulama salaf dahulu tidak menggunakan kalimat sunnah kecuali apa-apa yang meliputi seluruh hal yang tersebut di atas". Hal ini diriwayatkan dari Hasan, Al-Auza'iy dan Fudhail bin `Iyadh". (dalam Jami' Al-`Ulum Wal Hikam hal. 249)

Syaikhul Islam berkata Ahlus Sunnah adalah : "Mereka adalah orang-orang yang berpegang teguh dengan kitab Allah dan sunnah Rasulullah dan apa-apa yang disepakati oleh generasi dahulu yang pertama dari kaum Muhajirin dan Anshar dan yang mengikuti mereka dengan baik". (Majmu' Fatawa 3/375)

Wallahu A'lam.

Majalah Asy Syariah.

Sumber: Compiled File CHM Sunny Salafy & Blog Abu Affan
-
Sertikasi Halal Pekerja sedang menyajikan makanan di restoran siap saji Sushi Bar, Jakarta, Kamis (6/2). Sesuai Intruksi Gub DKI Jakarta Joko Widodo, para pelaku usaha di bidang perhotelan, resto dan katering melengkapi dengan sertifikasi halal

Oleh:Tahta Aidilla


REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Penasihat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali, H Roichan Muhlis mengatakan, UU nomo 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), bukan untuk islamisasi.

Sebaliknya, UU JPH dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia di dalam maupun di luar negeri.

"Sertifikasi itu kan untuk produknya, bukan untuk konsumen atau produsennya," kata Roichan di Denpasar, Bali, Kamis (15/1).

Roichan mengungkapkan hal itu usai menghadiri pertemuan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara anggota DPD asal Bali, Arya Wedakarna dengan tokoh-tokoh agama di Bali.

Pertemuan dilangsungkan di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bali, dihadiri tokoh agama Hindu, Islam dan Kristen.

Dalam RDP tersebut, Arya Wedakarna menghabiskan sekitar satu jam untuk menjelaskan kunjungannya. Dia menyinggung lemahnya peran lembaga pendidikan, khususnya dunia Hindu di Bali.

Peserta lainnya, dari tokoh Hindu mengusulkan agar peraturan pemerintah (PP) JPH memasukkan unsur sukla. Unsur sukla adalah ketentuan dalam agama Hindu tentang makanan yang boleh dimakan oleh ummat Hindu.

Menurut Roichan, usulan apa saja memang pantas ditampung sebagai masukan untuk penyusunan PP JPH. Hanya saja kata Roichan, menyusun sebuah UU atau PP, tentunya memperhatikan sejarah bagaimana munculnya UU itu.

"Kita semuanya mengetahui, UU JPH diinisiasi ummat Islam, untuk kepentingan daya saing produk-produk Indonesia di dalam maupun di luar negeri," katanya.

Mengutip beberapa pendapat, Roichan yang mantan pengurus LP POM MUI Bali mengatakan, JPH bukan urusan agama, tapi untuk daya saing produk.

Di Amerika katanya, setiap produk yang akan masuk ke negara itu, harus bersertifikasi kosher bagi kaum Yahudi dan bersertifikasi halal bagi ummat Islam.

"Di Brunei, kalau ada produk yang akan masuk ke negara itu, harus bersertifikat halal. Kalau tidak ada sertifikasinya, maka akan dikembalikan ke negara pengirim," kata Roichan menerangkan.

Produk-produk di Bali kata Roichan, kini sudah banyak yang bersertfikasi halal dan itu memang pilihan untuk memudahkan pemasaran. Sedangkan yang tidak ingin mengurus sertifikasi, juga tidak dipaksakan.
[Sumber]




Terkutuk Jika Jokowi Perpanjang Kontrak Freeport?
JAKARTA (voa-islam.com) - Apakah AMERIKA Kembali mengeruk harta Indonesia? Kontrak PT Freeport Akan Segera Habis, Apakah Joko Siap Memperpanjang 20 Tahun lagi? Kerjasama penambangan PT Freeport Indonesia dengan pemerintah RI habis pada akhir Januari ini..
Saat ini, operasional Freeport mengandalkan amandemen kontrak yang disetujui pemerintah dan Freeport pada 6 bulan lalu. Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Sukhyar mengatakan masa berlaku kontrak tersebut hanya 6 bulan dan akan habis 24 Januari 2015.

Pemerintah dan Freeport masih melakukan pertemuan intens untuk mengamandemen kontrak baru.  “Kalau amandemen kontrak karya kita fokus dulu ke Freeport dan beberapa yg lain. Pemerintah dan Freeport fokus.. karena dekat dengan MoU Freeport yang validity cuma 6 bulan sampai 24 Januari," ucap Sukhyar di Kantornya, Rabu (7/1).
Sukhyar menyebut, saat ini ada dua isu yang masih alot dalam pembicaraan antara pemerintah dan Freeport. Isu pertama soal penerimaan negara dan ini berhubungan langsung dengan Kementrian Keuangan.  “Kedua soal kemajuan smelter. Ini yang kita selesaikan amandemennya. Kita maraton menyelasaikan amandemen kontrak Freeport, tutupnya.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementrian ESDM mengakui belum ada kemajuan apapun terkait amandemen kontrak Freeport. Termasuk soal rencana pembangunan smelter dan poin lain yang sudah disepakati. Hal trsebut diungkapkan Direktur Jendral Mineral & Batubara Kementrian ESDM, R Sukhyar di Jakarta. Dia menegaskan blm ada pembahasan apapun.
“Sampai saat ini tidak ada progres dari Freeport (smelter) dari likasi dan lahannya,"kata Sukhyar, Selasa (6/1)

Amandemen kontrak, Kemenkeu bakal meninjau secara detail pemberian insentif dan kewajiban dari perusahaan tambang Freeport. Selain itu, Kemenkeu juga melihat detail pemberian pajak sehingga kontrak yang dijalankan akan semakin baik.
PT Freeport Indonesia menjadi perusahaan ke-26 dari 112 penambangan besar di Tanah Air yang telah resmi bersedia mengubah isi kontraknya berdasarkan dengan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu bara. Namun, berbeda dengan sejumlah perusahaan sebelumnya, penandatangan memorandum of undertanding (MoU) digelar secara tertutup.
Freeport bersama pemerintah melakukan temuan tertutup dalam penandatangan MoU ttersebut. Kedua pihak akhirnya melakukan ksepakatan pengubahan isi kontrak setelah melakukan pertemuan sepanjang kurang lebih 7 jam di kantor Minerba. Mari sama-sama kita tunggu aksi Jokowi ini.
[abimantrono anwar/voa-islam.com]
Source  http://www.voa-islam.com