Slider

Aktual

Smal Galeri

Artikel

Aqidah

Galeri

Berita

Video

Hadits Pertama

"Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa & shalat." Maka para sahabat pun bertanya: "Apakah yang dapat menghapusnya wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Bersusah payah dalam mencari nafkah." (HR. Bukhari)


إِنَّ مِنَ الذُّنُوْبِ ذُنُوْبًا لاَ يُكَفِّرُهَا الصَّلاَةُ وَ لاَ الصِّيَامُ و لاَ الْحَجُّ وَ لاَ اْلعُمْرَةُ . قَالَ : فَمَا يُكَفِّرُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ ؟ قَالَ : اَلْهُمُوْمُ فِيْ طَلَبِ الْمَعِيْشَةِ.



“Sesungguhnya di antara dosa-dosa ada yang tidak bisa dihapus (ditebus) dengan pahala shalat, puasa, haji atau umroh.” Berkata (para shahabat) “Maka apa yang menghapuskannya, ya Rasulullah?” Rasulullah berkata: “ kesusah-payahan dalam mencari nafkah.”



Dalam Silsilah Hadits Dhaif dan Maudhu' jilid II no. 924 berkata syaikh al-Albani :

Hadits Maudhu'. Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Ausath (I/34), Abu Nu'aim dalam al-Hilyah (VI/235), Ibnu Asakir (I/332) dan lainnya, dengan sanad dari Muhammad bin Salam al-Mashri, dari Yahya bin Abdullah bin Bukair, dari Malik bin Anas, dari Muhammad bin Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu. Kemudian ath-Thabrani berkata, "Tidak ada yang meriwayatkan dari Malik kecuali Yahya, kemudian hanya secara tunggal pula diriwayatkan darinya oleh Muhammad bin Salam al-Mashri'"Adapun al-Khatib juga mengeluarkan riwayat ini dalam at-Talkhish (II/161) mengatakan, Muhammad bin Sallam terbukti telah meriwayatkan hadits munkar dari yahya. Adapun Ibnu Asakir menyatakan bahwa riwayat ini gharib sekali.Menurut saya, Muhammad bin Sallam al-mashri telah dituduh oleh adz-Dzahabi telah meriwayatkan dari Yahya bin Bakr hadits yang maudhu'. Wallahu a'lam





Hadits Kedua

"Sesungguhnya sedekah seseorang walau hanya sesuap, akan dikembang biakkan oleh-Nya seperti gunung, maka bersedekahlah." (HR. Bukhari & Muslim)



Sepengecekan saya -mohon dikoreksi jika salah- hadits yang agak mirip ada di selain Shahih Bukhari dan Shahih Muslim :


إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا تَصَدَّقَ مِنْ طَيِّبٍ تَقَبَّلَهَا اللَّهُ مِنْهُ وَأَخَذَهَا بِيَمِينِهِ وَرَبَّاهَا كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ مُهْرَهُ أَوْ فَصِيلَهُ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَصَدَّقُ بِاللُّقْمَةِ فَتَرْبُو فِي يَدِ اللَّهِ أَوْ قَالَ فِي كَفِّ اللَّهِ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ فَتَصَدَّقُوا



"Sesungguhnya jika seorang hamba mensedekahkan hartanya dari hasil yang baik maka Allah akan menerimanya dan mengambilnya dengan tangan kanan-Nya serta mengembangkannya sebagaimana salah satu dari kalian mengembangkan anak kuda atau untanya, dan sesungguhnya ada seorang laki laki yang bersedekah dengan satu suapan makanan maka ia berkembang dalam tangan Allah, " atau beliau Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Dalam telapak tangan Allah hingga sedekah tersebut menjadi seperti gunung maka bersedekahlah kalian."(Shahih, HR. Ahmad no. 7634, Ibnu Khuzaimah no. 2426, ath-Thabrani dalam al-Ausath no. 2991, )



Adapun lafadz dalam Shahih Bukhari di hadits no. 1410, 7429


مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ ـ وَلاَ يَقْبَلُ اللَّهُ إِلاَّ الطَّيِّبَ ـ وَإِنَّ اللَّهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ، ثُمَّ يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ 



"Barangsiapa yang bershadaqah dengan sebutir kurma hasil dari usahanya sendiri yang baik (halal), sedangkan Allah tidak menerima kecuali yang baik saja, maka sungguh Allah akan menerimanya dengan tangan kananNya lalu mengasuhnya untuk pemiliknya sebagaimana jika seorang dari kalian mengasuh anak kudanya hingga membesar seperti gunung"



 atau dalam Shahih Muslim, di hadits no. 1014 :


لَا يَتَصَدَّقُ أَحَدٌ بِتَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ، إِلَّا أَخَذَهَا اللهُ بِيَمِينِهِ، فَيُرَبِّيهَا كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ، أَوْ قَلُوصَهُ، حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الْجَبَلِ، أَوْ أَعْظَمَ



"No one gives Sadaqa of a date out of his honest earning, but Allah accepts it with His Right Hand, and then fosters it as one of you fosters the colt or a young she-camel, till it becomes like a mountain or even greater.."





Hadits Ketiga



"Iman itu adalah ucapan dan perbuatan, bertambah dan berkurang. bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan." (HR. Bukhari)



Maka ini adalah perkataan para ulama salaf --> http://www.dorar.net/enc/aqadia/3291

Jika pun hanya diambil "iman itu bertambah dan berkurang" , ia merupakan perkataan Abu Hurairah dan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, hanya saja tidak shahih [lihat Dha'if Sunan Ibnu Majah no. 74]
حدثنا أبو عثمان البخاري سعيد بن سعد قال حدثنا الهيثم بن خارجة قال حدثنا إسمعيل يعني ابن عياش عن عبد الوهاب بن مجاهد عن مجاهد عن ابن عباس وعن أبي هريرة قالا الإيمان يزيد وينقص.





Hadits Keempat



“Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari)



Maka hadits ini :شراركم عزابكم ، وأراذل موتاكم عزابكم dikeluarkan oleh Al-Uqoili di kitab Adhu'afa' (3/356), abdurrozzaq dalam mushonafnya (7/107 no. 10387), Ahmad dalam musnadnya (no. 21450), dan syaikh Albani telah mendha'ifkannya di silsilah adh-dha'ifah wal maudhu'ah nomor 2511





Hadits Kelima



"Siapa di antara kalian yang ikhlas tinggal di rumah untuk mengurus anak-anak dan melayani segala urusan suaminya, maka ia akan memperoleh pahala yang kadarnya sama dengan pahala para mujahidin yang berjuang di jalan Allah” (HR. Bukhari & Muslim) 



Berkata akhuna akh Tipongtuktuk :


مَنْ قَعَدَ ، أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا ، مِنْكُنَّ فِي بَيْتِهَا فَإِنَّهَا تُدْرِكُ عَمَلَ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ



Dirriwayatkan al-Bazzar dalam musnadnya hadits no. 2463, adapun kalimat:


أَوْلَادَهَا وَتَرْعَى شُئُوْنَ زَوْجِهَا 



untuk mengasuh anak-anak dan melayani segala urusan suaminya



tampaknya itu adalah tambahan dari orang yang memberi syarah untuk menjelaskan maksud tinggal di rumah, sehingga hadits al-Bazzar itu ditulis dengan tambahan itu menjadi sebagai berikut:


من قعدت منكن في بيتها تُرَبِّي أَوْلَادَهَا وَتَرْعَى شُئُوْنَ زَوْجِهَا فإنها تدرك عمل المجاهدين في سبيل الله تعالى



-selesai-



Syaikh Albani dalam adh-Dha'ifah no. 2744 menyebutkan hadits semakna yang dha'if :


مهنة إحداكن في بيتها تدرك به عمل المجاهدين في سبيل الله



Ibnul Jauzi juga menyebutkannya Tidak shahih dalam al-'Ilal 2/361





Hadits Keenam



Suatu ketika, Rasulullah saw dan para sahabat ra sedang ifthor. Setiap kali mereka makan sebuah kurma, biji- biji sisanya mereka sisihkan di tempatnya masing- masing. Beberapa saat kemudian, Ali menyadari bahwa dia memakan terlalu banyak kurma. Biji- biji kurma sisa mereka menumpuk lebih banyak di sisi Ali dibandingkan di sisi Rasulullah. Maka Ali pun secara diam- diam memindahkan biji-biji kurma tersebut ke sisi Rasulullah. Kemudian Ali ra dengan tersipu-sipu mengatakan, “ Wahai Nabi, engkau memakan kurma lebih banyak daripada aku. Lihatlah biji-biji kurma yang menumpuk di tempatmu.”Nabi pun tersenyum dan menjawab, “Ali, kamulah yang memakan lebih banyak kurma. Aku memakan kurma dan masih menyisakan biji-bijinya. Sedangkan engkau, memakan kurma bersama biji-bijinya”. (HR. Bukhari)



Kisah ini adalah kedustaan atas Rasululullah, menurut syaikh Muhammad Shalil al-Munajjid, tidak tsabit, bahkan tidak ada satupun ahli ilmu yang menyandarkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, selengkapnya bisa dilihat di http://tipongtuktuk.wordpress.com/2014/07/07/tentang-orang-yang-memakan-kurma-dengan-bijinya/





Hadits Ketujuh



“Shalat adalah tiang agama. Maka barang siapa yang menegakkan shalat, maka berarti ia menegakkan agama, dan barang siapa yang meninggalkan shalat berarti ia merobohkan agama”. (HR. Bukhari & Muslim)


اَلصَّلاَةُ عِمَادُ الدّيْنِ فَمَنْ اَقَامَهَا فَقَدْ اَقَامَ الدّيْنِ وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدّيْنِ



Hadits ini tidak diketemukan dalam Shahih Bukhari ataupun Shahih Mslim, namun ada hadits yang hampir mirip:


الصلاةُ لوقتِها ، ومَن ترك الصلاةَ فلا دِينَ له ، والصلاةُ عِمَادُ الدِّينِ



"Shalat tepat waktunya, dan barang siapa meninggalkan sholat maka tidak ada agama baginya, dan shalat adalah tiang agama." [syu'abul iman no. 2550, tapi hadits ini dha'if - lihat adh-dha'ifah no. 6967 dan dha'iful jami' no. 170)



- copas dari status ustadz Abu Asma Andre -



Syaikh Abu Ishaq Al Huwaini beliau berkata :


لم اقف عليه بهذا التمام .وهو مشهور على ألسنة الناس بهذا السياق



" Tidak aku jumpai atasnya lafadz yang lengkap seperti ini - dan dia masyhur dilisan lisan manusia dengan lafadz ini...



http://alheweny.org/aws/play.php?catsmktba=10580





Hadits Kedelapan



“Jauhilah olehmu mengisi perut dengan penuh terhadap makanan dan minuman, sebab mengisi perut dengan penuh akan membahayakan tubuh dan menyebabkan malas shalat.” (H.R.Bukhari)



kedhaifannya disebutkan Ibnu Hibban rahimahullah dalam kitabnya al-Majruhin 2/35 :


رَوَى عَنِ الأَوْزَاعِيِّ وَقَزَعَةَ بْنِ سُوَيْدٍ الْبَاهِلِيِّ عَنِ بن أَبِي نَجِيحٍ عَنْ مُجَاهِدٍ عَنِ بن عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاكُمْ وَالْبِطْنَةَ مِنَ الطَّعَامِ فَإِنَّهَا مَكْسَلَةٌ عَنِ الصَّلاةِ مَفْسَدَةٌ لِلْجَسَدِ مَوْرَثَةٌ لِلسُّقْمِ أَخْبَرَنَاهُ مُحَمَّدُ بْنُ أَيُّوبَ بْنِ مُشْكَانَ بِالطَّبَرِيَّةِ قَالَ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عِيسَى الْخَشَّابُ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْجَزَرِيُّ عَنِ الأَوْزَاعِيِّ وَقَزَعَةَ بْنِ سُوَيْدٍ وَلَيْسَ لِلأَوْزَاعِيِّ عَنِ بن أَبِي نَجِيحٍ سَمَاعٌ أَصْلا وَأَمَّا قَزَعَةُ فَسَمِعَ مِنْهُ وَهُوَ ضَعِيفٌ وَهَذَا مِمَّا عَمِلَتْ يَدُ هَذَا الشَّيْخِ



juga Ibnul Qisarani rahimahullah dalam Tadzkiratul Hufazh 1/155 :363


- «إِيَّاكُمْ وَالْبِطْنَةَ مِنَ الطَّعَامِ، فَإِنَّهَا مَكْسَلَةٌ عَنِ الصَّلاةِ. . .» الْحَدِيثَ.رَوَاهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْجَزَرِيُّ، عَنِ الأَوْزَاعِيِّ، عَنْ قَزَعَةَ بْنِ سُوَيْدٍ، عَنْ أَبِي نَجِيحٍ، عَنْ مُجَاهِدٍ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ.وَعَبْدُ اللَّهِ هَذَا كَانَ يَأْتِي بِالأَوَابِدِ عَنِ الأَوْزَاعِيِّ، وَلَيْسَ لِلأَوْزَاعِيِّ، عَنِ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ سَمَاعٌ أَصْلا، وَأَمَّا قَزَعَةُ فَسَمِعَ مِنْهُ، وَهُوَ ضَعِيفٌ، وَهَذَا مِمَّا عَمِلَتْ يَدَا هَذَا الشَّيْخِ يَعْنِي: الْجَزَرِيَّ.





Hadits Kesembilan



"Barangsiapa yang tidak ridha dengan ketentuan-Ku dan tidak bersabar atas cobaan-Ku, maka hendaklah ia mencari tuhan selain-Ku" (HR. Bukhari & Muslim)



Dalam Silsilah adh-Dha'ifah wal-Maudhu'ah hadits no. 505, syaikh Albani rahimahullah menulis :


 مَنْ لَمْ يَرْضَ بِقَضَائِي وَيَصْبِرْ عَلَى بَلَائِي فَلْيَلْتَمِسْ رَبًّا سِوَائِيْ



Dha'if jiddan. Diriwayatkan Ibnu Hibban dalam al-Majruhin (1/324) dan ath-Thabrani dalam Mu'jam al-Kabir dan Abu Bakar al-Kalabadzi dalam Miftahum Ma'ani (1/376) dan al-Khatib dalam al-Talkhis (2/39) dan Ibnu Asakir (1/115/7, 1/267/12, 1/304/15) dari jalan Sa'id bin Ziyad dengan sanad yang telah disebutkan di hadits sebelumnya.Dan berkata al-Haitsami dalam al-Majmu' (7/207) : "dan dalam sanadnya terdapat Sa'id bin Ziyad bin Hind, dan dia matruk."Dan berkata al-Iraqi dalam Takhrij al-Ihya' (3/296) : "dan sanadnya dha'if", tapi ini longgar menurut pendapat kami, al-Manawi menukil darinya, dia berkata "dha'if sekali", dan ini lebih mendekati kebenaran.dan diriwayatkan sebuah hadits dengan sanad yang mungkin lebih baik dari ini : (nomor 506)



hadits nomor 506


مَنْ لَمْ يَرْضَ بِقَضَاءِ اللَّهِ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِقَدَرِ اللَّهِ فَلْيَلْتَمِسْ إِلَهًا غَيْرَ اللَّهِ



"Barangsiapa yang tidak ridha dengan ketentuan Allah dan tidak mengimani takdir Allah, maka hendaklah dia mencari tuhan selain Allah."



Dha'if jiddan. Dikeluarkan oleh ath-Thabrani dalam Mu'jam ash-Shaghir (hal. 187) juga di Mu'jam al-Ausath dan dari jalan Abu Nu'aim dalam Akhbar Ashbahan (2/228), dan al-Khatib dalam Tarikh Baghdad (2/227) dari jalan Suhail bin Abdillah dari Khalid al-Hidza dar ayahnya Abu Qilabah dari Anas bin Malik secara marfu'. Dan ath-Thabrani berkata : "Tidak ada yang meriwayatkan dari Khalid kecuali dari Suhail". Aku berkata : dan dikatakan tentangnya : Suhail adalan Ibnu Abi Hazm, dan dia lemah menurut jumhur.





Hadits Kesepuluh



"Barangsiapa ridho dengan rezeki yang sedikit dari Allah maka Allah akan ridho dengan amal yang sedikit dari dia, dan menanti-nanti (mengharap-harap) kelapangan adalah suatu ibadah." (HR. Bukhari)



Inilah bila dua hadits terpisah kemudian digabung


مَن رضِيَ منَ اللَّهِ باليسيرِ مِنَ الرِّزقِ رضِيَ اللَّهُ منهُ بالقليلِ منَ العمَلِ وانتظارُ الفرَجِ عبادةٌ



1. Lafadz hadits :


مَن رضِيَ منَ اللَّهِ باليسيرِ مِنَ الرِّزقِ رضِيَ اللَّهُ منهُ بالقليلِ منَ العمَلِ



as-Suyuthi mengeluarkannya dalam al-Jami' ash-Shaghir yang syaikh Albani mendha'ifkannya dalam Dha'iful Jami' no. 5601, dalam takhrij Misykah al-Mashabih, syaikh Albani menyebutkan ada dua kelemahan dalam sanadnya, dengan lafadz yang mirip, al-Iraqi juga mendhaifkan dalam Takhrij al-Ihya' 5/64, juga Ibnul Jauzi dalam al-Ilal 2/806 tidak menshahihkannya



2. Sementara lafadz berikutnya, adalah hadits yang terpisah :انتظارُ الفرَجِ عبادةٌ"Menunggu kelapangan adalah ibadah"



dari dorar.net:

Ibnu Adi dalam al-Kamil 4/297 : Munkar dari haditsnya Malik

Adz-Dzahabi dalam Mizanul I'tidal 1/334 : Bathil dari Malik

Al-Albani dalam Dha'iful Jami' no. 1330 : Dha'if





Hadits Kesebelas



"Tidur dan istirahatnya seseorang di jalan Allah lebih utama daripada dunia dan segala isinya." (HR. Bukhari & Muslim)



Tidak diketemukan hadits ini di Shahihain, tapi yang benar adalah :


لَغَدْوَةٌ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ رَوْحَةٌ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا



"Pergi keluar berperang di jalan Allah pada awal (pagi) hari atau pergi keluar berperang pada akhir (siang) hari lebih baik dari pada dunia dan seisinya". (HR. Bukhari no. 2792, Muslim no. 1880, at-Tirmidzi no. 1651, Ibnu Majah no. 2757, Ahmad no. 12350)





Hadits Keduabelas



"Tidur di pagi hari adalah kejahilan, tidur di tengah hari adalah kemuliaan akhlak dan tidur di sore hari adalah kebodohan." (HR. Bukhari & Muslim)


نَوْمُ أَوَّلِ النَّهَارِ خُرْقٌ، وَأَوْسَطُهُ خُلْقٌ، وَآخِرُهُ حُمْقٌ



Yang benar itu adalah adalah perkataan Khawwat bin Jubair yang dibawakan al-Bukhari dalam kitabnya al-Adabul Mufrad no. 1242, dan dishahihkan syaikh Albani dalam Shahih al-Adabul Mufrad no. 942



catatan dalam shahih adabul mufrad :Dalam naskah India yang dicetak di percetakan Al Khalili ditetapkan -dengan dua dhammah- Khuluqun ganti dari Khulqun itu juga benar. Sepertinya maksudnya adalah bahwa tidur di pertengahan siang merupakan wujud perangai yang baik. Ini memberi isyarat pada sabdanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam: "Tidur Qailulahlah kamu karena syetan tidak tidur Qailulah." Ada dalam Ash-Shahihah seperti yang sudah lalu dan sepertinya juga menguatkan perkataan "Dan (tidur) di penghujungnya adalah kebodohan. Karena hakikat kebodohan -sebagaimana dalam An-Nihayah- (meletakkan sesuatu tidak pada tempamya padahal sudah diketahui jeleknya). Kebalikannya berarti pujian terhadap orang yang tidur di tengah hari. Adapun hadits: "Barang siapa tidur setelah Ashar, lalu akalnya terganggu maka janganlah ia mencela kecuali pada dirinya sendiri." Hadits tersebut adalah dhaif.





Hadits Ketigabelas



"Wahai anakku Fatimah ! Adapun perempuan-perempuan yang akan digantung rambutnya hingga mendidih otaknya dalam neraka adalah mereka itu di dunia tidak mau menutup rambutnya daripada dilihat laki-laki yang bukan mahramnya." (HR. Bukhari & Muslim)


يا بنيتي ! أما المعلقة بشعرها فإنها كانت لا تغطي شعرها من الرجال



Hadits ini palsu, tidak ada asalnya, yang dinisbatkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Penjelasan detail silahkan dilihat di

https://abufawaz.wordpress.com/2012/12/02/hadits-palsu-tentang-berbagai-siksaan-bagi-wanita-di-dalam-api-neraka/

http://umar-arrahimy.blogspot.com/2014/02/peringatan-rasulullah-akan-kaum-wanita.html

http://islamqa.info/ar/144660

http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=54830





Hadits Keempatbelas



"Barangsiapa yang menyampaikan satu [1] Ilmu saja, dan ada orang yang mengamalkan nya, walau yang menyampaikan telah tiada [wafat], akan tetapi dia akan tetap memperoleh Pahala.” (HR. Al-Bukhari)



Hingga saat ini saya belum menemukan hadits ini di Shahih Bukhari dan kitab lainnya.





Hadits KeLimabelas



"Orang yang memberi petunjuk kepada kebaikan sama pahalannya seperti orang yang melakukannya," (HR. Bukhari)


الدَّالُّ عَلَى الْخَيْرِ كَفَاعِلِهِ



Di buku 1100 Hadits Terpilih ditulis demikian, akan tetapi tidaklah terdapat di Shahih Bukhari melainkan diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam musnadnya no. 22360, 23027, at-Tirmidzi dalam Jami'nya no. 2670, ath-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir no. 628, 629, 631, 632, dan lainnya. hadits ini hasan shahih.





Hadits Keenambelas



“Barang siapa yang keadaan amalnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin, maka ia terlaknat. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia termasuk orang yang merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia termasuk orang yang beruntung.” (HR. Bukhari)



Hadits yang tidak ada dalam Shahih Bukhari, maupun al-Hakim (karena ada yang menyandarkan ke imam al-Hakim juga) lafadz arabnya :
من كان يومه خيرا من امسه فهو رابح ومن كان يومه شرا من امسه فهو مفلس ومن كان يومه كأمسه فهو مغبون



Tidak diketemukan dengan lafadz ini, hanya saja ada lafadz yang mirip :


من استوى يوماه فهو مغبون، ومن كان يومه شراً من أمسه فهو ملعون

"barangsiapa yang hari-harinya sama maka dia merugi, dan barangsiapa yang harinya lebih buruk daripada kemarin maka dia terlaknat."



Disebutkan oleh al-Ajulani dalam Kasyful Khafa' bahwa ini adalah perkataan Rasulullah dalam mimpinya Abdul Aziz bin Abi Rawwad. Ada juga yang mirip dengannya adalah perkataan Ali bin Abi Thalib dalam kitabnya ad-Dailami, musnad al-Firdaus dengan sanad yang dha'if





Hadits Ketujuhbelas



"Tidak ada pemberian ibu bapa yang paling berharga kepada anaknya daripada pendidikan akhlak mulia." (HR. Bukhari)
مَا نَحَلَ وَالِدٌ وَلَدًا مِنْ نَحْلٍ أَفْضَلَ مِنْ أَدَبٍ حَسَنٍ



Hadits ini tidak ada dalam Shahih Bukhari, tapi diriwayatkan at-Tirmidzi dalam kitab Jami'nya no. 1952, Ahmad dalam Musnadnya no. 16710, 16717, ath-Thabrani dalam al-Mu'jam al-Kabir no. 13234, al-Hakim dalam al-Mustadrak no. 7679, juga al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 1553, 8284, 8285, 8286. Adapun al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab at-Tarikh al-Kabir no. 1536. Kelemahan yang paling jelas dari sanad hadits ini adalah gugurnya perawi dari shahabat, dimana tabi'in yakni Amr bin Sa'id langsung menyebutkan perkataan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam (mursal).



Khulashoh dari hadits ini menurut :- Syaikh Albani : dha'if, dalam Dha'if Sunan at-Tirmidzi no. 1952, Silsilah adh-Dha'ifah no. 1152, Dha'if at-Targhib wat-Tarhib no. 1230- Al-Mubarakfuri : mursal, dalam Tuhfatul Ahwadz 5/365- Al-Mizzi : mursal, dalam Tahdzibul Kamal 7/237, 9/359- Ibnu Hajar al-Asqalani : Mursal, dalam Tahdzib at-Tahdzib 4/49- Al-Bukhari : Mursal, wa lam yashih, dalam at-Tarikh al-Kabir. - Syaikh Syu'aib al-Arnauth : sanadnya dha'if dalam tahqiq Musnad Ahmad - adz-Dzahabi : dha'if mursal, dalam Talkhis al-Mustadrak





Hadits KeDelapanbelas



Dalam sebuah hadis,Rasulullah bercerita bahwa Iblis meminta tempat tinggal kepada Allah seperti halnya Allah memberikan tempat tinggal kepada anak adam untuk berada di bumi.



"Ya Allah,,adam dan keturunannya Engkau beri tempat tinggal di bumi,,maka berilah pula aku tempat tinggal..!!" Kata Iblis..Allah berfirman,,"Tempat tinggalmu adalah kamar mandi atau tandas" (HR. Bukhari)



Allahu a'lam, tidak diketemukan hadits ini di Shahih Bukhari ataupun di kitab-kitab hadits lainnya, ada yang mirip dengan ini di kitabnya ath-Thabrani yakni dalam al-Mu'jam al-Kabir no.7837 dari Abu Umamah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :


إِنَّ إِبْلِيسَ لَمَّا أُنْزِلَ إِلَى الْأَرْضِ قَالَ: يَا رَبِّ أَنْزَلْتَنِي إِلَى الْأَرْضِ، وَجَعَلْتَنِي رَجِيمًا أَوْ كَمَا ذَكَرَ فَاجْعَلْ لِي بَيْتًا، قَالَ: الْحَمَّامُ. قَالَ: فَاجْعَلْ لِي مَجْلِسًا، قَالَ: الْأَسْوَاقُ، وَمَجَامِعُ الطُّرُقِ. قَالَ: اجْعَلْ لِي طَعَامًا. قَالَ: مَا لَا يُذْكَرُ اسْمُ اللهِ عَلَيْهِ قَالَ: اجْعَلْ لِي شَرَابًا، قَالَ: كُلُّ مُسْكِرٍ. قَالَ: اجْعَلْ لِي مُؤَذِّنًا، قَالَ: الْمَزَامِيرُ. قَالَ: اجْعَلْ لِي قُرْآنًا. قَالَ: الشِّعْرُ. قَالَ: اجْعَلْ لِي كِتَابًا، قَالَ: الْوَسْمُ. قَالَ: اجْعَلْ لِي حَدِيثًا، قَالَ: الْكَذِبُ. قَالَ: اجْعَلْ لِي مَصَايِدَ، قَالَ: النِّسَاءُ

"Sesungguhnya Iblis ketika diturunkan ke bumi, dia berkata "Ya Tuhanku! Engkau telah menurunkanku ke dunia dan menjadikan aku terkutuk, maka dimanakah tempat kediamanku." maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menjawab : "Kamar mandi." ...... [hingga akhir hadits]



Hadits ini sangat munkar, sebagaimana disebutkan oleh syaikh Albani dalamm Silsilah adh-Dha'ifah no. 6054, al-Iraqi dalam Takhrij al-Ihya 3/42 menyebutkan sanadnya sangat lemah



Hadits KeSembilanbelas



"Penyesalan adalah taubat"
النَّدَمُ تَوْبَةٌ

Hadits ini shahih, dikeluarkan para imam hadits dalam berbagai kitab mereka : Ahmad dalam musnadnya no. 3568, 4012, 4014, 4124; Ibnu Majah dalam Sunannya no. 4252; Ibnu Hibban dalam Shahihnya no. 612, 613, 614; ath-Thabrani dalam al-Ausath no. 101, 5864, 6799, 7350, dalam ash-Shaghir no. 80 & 186, dalam al-Kabir no. 101; al-Hakim dalam al-Mustadraknya no. 7612, 7613, 7614, dan juga di kitab-kitab lainnya dengan beberapa jalan dari beberapa sahabat



Allahu a'lam
Abu Aisyah Agung Supriyanto




Maraji' :
- Maktabah Syamilah
- Dorar.net
- grup FB Mendekatkan Hadits
- Faedah dari diskusi dengan Ustadz Abu Asma Andre hafizhahullah
- Faedah dari diskusi dengan Ustadz Umar Mansur ar-Rahimi hafizhahullah
- Faedah dari diskusi dengan al-akh Hendra Wibawa Wangsa Widjadja hafizhahullah
- dan lainnya

Terdapat sebuah hadis yang diriwayatkan seperti berikut :


“Hampir-hampir kefaqiran itu membawa kepada kekufuran.”
Kerap kali kita bertemu orang ramai menggunakan hadis ini untuk berhujah tentang bahaya kemiskinan,walau bagaimanapun ternyata hadis tersebut adalah dhaif yakni hadis yang lemah sanadnya(wahin) dan didalam kitab Tuhfath al-Ahwazi Syarh Jami' Tirmizi, pengarangnya menyatakan bahawa hadis tersebut diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam al-Hilayah daripada Anas sebagaimana yang tercatat didalam kitab al-Jami' al-Saghir. Tetapi apakah kita tidak boleh beramal dan mengunakan hadis-hadis dhaif ini untuk menguat dan mengukuhkan sesuatu hujah?


Para ulama telah bercanggah pendapat didalam menetapkan hukum penggunaan hadis-hadis dhaif ini, dan golongan ini terbahagi kepada tiga kelompok pendapat para ulama, didalam menentukan hukum menggunakan hadis-hadis dhaif ini :
  1. Kelompok pertama berpendapat bahawa hadis dhaif tidak boleh dijadikan sandaran untuk menguatkan hujah dalam penginstinbatan hukum seperti halal, haram dan sebagainya mahupun untuk tujuan seperti memberikan galakan(tarqib), menakut-nakutkan(tarhib) atau fadhail amal(kelebihan beramal), dan ini adalah merupakan pendapat dari Imam Bukhari dan Muslim serta beberapa ulama lain seperti Abu Bakar al-Arabi dari mazhab maliki, Abu Syamah al-Maqdisi dari mazhab syafie dan Ibnu Hazmin dari mazhab zahiri.
  2. Kelompok kedua pula berpendapat harus yakni dibolehkan menggunakan hadis-hadis dhaif bagi menguatkan hujah "jika tiada sandaran-sandaran lain daripada al-Quran, Hadis sahih, qias, ijma dan istihsan" bagi menyelesaikan sesuatu perkara, dan ini adalah pendapat-pendapat Imam Ahmad, Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim, yang mana Imam Ahmad telah berkata : "Hadis dhaif lebih kami sukai daripada fikiran seseorang", yang mana ianya menunjukkan bahawa hadis dhaif lebih kuat dari sebarang pendapat seseorang yang tidak bersandarkan kepada nash-nash al-quran dan sunnah.
  3. Kelompok ketiga pula berpendapat bahawa hadis-hadis dhaif tidak boleh dijadikan hujah dan sandaran untuk menguatkan sesuatu pendapat bagi penetapan atau untuk mengistinbat sesuatu hukum syarak mahupun dalam pemasalahan akidah, tetapi hukum beramal dengan hadis-hadis dhaif ini adalah mustahab (disukai) dan dibenarkan kita menggunakan hadis dhaif ini dalam hal-hal yang berkaitan seperti fadhail amal, tarhib dan tarqib dan lain-lain, dan ini adalah pendapat majoriti yakni jumhur ulama muhaqqiqin, ahlul hadis, ahlul fiqh dan lain-lain.

Antara ulama-ulama terkenal yang berpegang dengan pendapat ini adalah Imam Nawawi dan al-Hafiz ibnu Hajar malah Imam Nawawi mengatakan bahawa pendapat ini telah menjadi kesepakatan di antara para ulama, demikian pula Syaikh Ali Al-Qari dan Ibnu Hajar Al-Haitami.

Walau bagaimanapun para ulama mazhab syafie telah menetapkan syarat-syarat dan kaedah penggunaan hadis-hadis dhaif ini seperti berikut :

  1.  Tidak boleh menggunakan hadis dhaif dalam penetapan hukum syarak hanya hadis sahih dan hasan sahaja yang dibenarkan.
  2. Diharuskan beramal dengan hadis dhaif untuk tujuan fadhail amal untuk menggalakkan amal soleh dan berhati-hati dari perkara syubhah.
  3. Hadis yang digunakan tidaklah terlalu dhaif dan hadis-hadis tersebut mestilah bertepatan dengan kaedah-kaedah umum dalam islam yaitu walau bagaimana dhaif sekalipun tetapi jika ternyata hadis tersebut sahih, maka dengan mengamalkannya hak-hak hadis tersebut telah dipenuhi dan jika terbukti dhaif maka perkara tersebut yakni beramal dengan hadis dhaif tadi, tidaklah pula menyebabkan kesan yang negatif dari segi hukum syarak(yakni halal haram) atau mengakibatkan kehilangan hak seseorang.

Demikianlah serba sedikit mengenai kaedah penggunaan hadis-hadis dhaif ini, dan berbalik kepada persoalan asal mengenai kemiskinan boleh membawa kepada kekufuran tadi, timbul persoalan kemiskinan yang bagaimanakah bagaimanakah yang dimaksud oleh oleh hadis tersebut, apakah hanya kemiskinan dalam bentuk material semata-matakah yang dimaksudkan oleh hadis diatas yang boleh menyebabkan seseorang itu menjadi kufur? Atau kemiskinan dari segi lain?


Jika kita mengambil hadis tersebut sebagai sandaran dalam hujah kita supaya masyarakat kita berjaga-jaga dari bahaya kemiskinan, bagaimana pula dengan hadis berikut :


Daripada Ibnu Abbas dan ‘Imran bin Hussain r.a, bahawasanya Rasulullah SAW telah bersabda:



“Aku melihat ke dalam syurga, maka aku dapat melihat kebanyakan penghuninya adalah terdiri daripada kalangan orang-orang fakir miskin. Dan (apabila) aku melihat ke dalam neraka, maka aku dapat melihat kebanyakan penghuninya adalah terdiri daripada golongan perempuan.” (Hadis riwayat Muttafaqun ‘alaih)
Apakah persepsi kita sebagai orang yang berhujah menggunakan hadis diatas(pada permulaan artikel ini) akan berfikir "Ah! Mengapakah pula hadis ini bercanggah dengan hadis yang sebelumnya? Sepatutnya lebih pantas bilangan orang-orang miskin lebih ramai didalam neraka kerana hadis yang dipermulaan tadi menyatakan kebimbangan akan bahaya kemiskinan membawa kepada kekufuran" Tak begitu?"


Oleh sebab itu jika kita merujuk kepada pendapat-pendapat para ulama mengenai hadis yang menyatakan kemiskinan membawa kepada kekufran itu, sebahagian para ulama mengatakan bahawa ianya adalah kemiskinan jiwa dan hati yang membawa kepada kekufuran manakala sebahagian lain pula mengatakan kemiskinan ilmu, imam dan taqwalah yang menyebabkan kepada kekufuran mereka tetapi bukan kemiskinan harta benda, dan pendapat ini dikuatkan dengan hadis sahih rasulallah s.a.w. yang bermaksud seperti berikut :


“Bukan kemiskinan yang ku bimbang menimpa kamu tetapi yang aku bimbang ialah dibentangkan di hadapan kamu kemewahan dunia sebagaimana telah dibentangkan kepada umat sebelum kamu, lalu kamu berlumba-lumba mengejarnya sebagaimana umat dahulu kala juga berlumba-lumba mengejarnya, lalu ia membinasakan kamu seperti mana umat dahulu kala juga telah dihancurkan oleh sifat sedemiian.” (Hadis Bukhari-Kitab al-Jizyah no 2924)
Jelas sekali disini bahawa kemewahan itu lebih dibimbangi oleh rasulallah terhadap umatnya lebih daripada beliau bimbangkan kemiskinan yang bakal menimpa kepada umatnya sebagaimana dikuatkan lagi dengan hadis berikut :



Daripada Ali bin Abi Thalib r.a. :

"Bahawasanya kami sedang duduk bersama Rasulullah saw. di dalam masjid. Tiba-tiba datang Mus'ab bin Umair r.a. dan tiada di atas badannya kecuali hanya sehelai selendang yang bertampung dengan kulit. Tatkala Rasulullah saw.melihat kepadanya Baginda menangis dan menitiskan air mata kerana mengenangkan kemewahan Mus'ab ketika berada di Mekkah dahulu (kerana sangat dimanjakan oleh ibunya) dan kerana memandang nasib Mus'ab sekarang (ketika berada di Madinah sebagai seorang Muhajirin yang terpaksa meninggalkan segala harta benda dan kekayaan di Mekkah).
Kemudian Nabi Muhammad saw. bersabda:



"Bagaimanakahkeadaan kamu pada suatu saat nanti, pergi di waktu pagi dengan satu pakaian, dan pergi di waktu petang dengan pakaian yang lain pula. Dan bila diangkatkan satu hidangan diletakan pula satu hidangan yang lain. Dan kamu menutupi (menghias) rumah kamu sepertimana kamu memasang kelambu Ka'bah?".
Maka jawab sahabat:



"Wahai Rasulullah, tentunya di waktu itu kami lebih baik daripada di hari ini.Kami akan menberikan penumpuan kepada masalah ibadat sahaja dan tidak usah mencari rezeki".
Lalu Nabi saw. bersabda :



"Tidak! Keadaan kamu di hari ini adalah lebih baik daripada keadaan kamu di hari itu". (Riwayat Tirmizi)
Manakala Abul Laits Al-Samarqandi didalam karangan beliau Tanbihul Ghafilin menyatakan bahawa Ibnu Abbas r.a berkata : Nabi s.a.w. bersabda :



"Tiap umat ada fitnah(ujiannya) sendiri-sendiri, dan ujian umatku adalah harta kekayaan"
Dan jika kita menyemak helaian-helaian kitab yang ditulis oleh para ulama silam, kita akan mendapati begitu ramai ulama-ulama yang mengarang kelebihan dan kemulian yang dimilik oleh orang fakir melebihi orang-orang kaya.



Tetapi apakah ini bermakna bahawa agama islam menggalakkan umatnya menjadi papa kedana? Dengan cara mencintai kefakiran dan orang miskin? Sama sekali tidak, bahkan nabi pernah berdoa seperti berikut :



“Ya Allah. Saya berlindung dengan Kamu daripada kekufuran dan kefaqiran dan saya berlindung dengan Kamu daripada azab kubur. Tiada Tuhan melainkan Kamu.” (Hadis riwayat Abu Dawud, Nasaie dan Ahmad)
Saya yakin saudara-saudari yang mengambil berat akan agama islam ini, pasti telah faham dengan istilah washatiah yakni kesederhanaan, yakni supaya kita umat Muhammad menjadi umat yang bersyukur dan berinfak apabila kita kaya dan bersabar serta redha atas kemiskinan yang menimpa.



Ilmu adalah sebab terhindarnya Fakir dan Miskin dari kekufuran.
Abul Laits berkata: Abu Ja'far meriwayatkan dengan sanadnya dari Abu Said al-Khudri r.a. berkata :

"Hai manusia jangan sampai kesukaran itu mendorong kamu mencari rezeki yang haram, sebab saya telah mendengar rasulallah s.a.w bersabda : "Ya Allah matikan aku sebagai orang fakir miskin, dan jangan dimatikan aku kaya, dan kumpulkan aku di mahsyar dalam rombongan orang-orang miskin pada hari kiamat, maka sesungguhnya yang amat celaka ialah orang miskin di dunia dan terseksa di akhirat".
Jelas hadis tersebut melarang kita walau sebangsat manapun kefakiran yang kita alami adalah tetap haram hukumnya kita mengambil hasil dari sumber yang haram malah kita ditegah juga dari mencampuri dengan perkara yang syubhah sehingga boleh mendatangkan fitnah, jelas orang miskin yang tiada berilmu dan beriman adalah seburuk-buruk dan secelaka-celaka orang miskin didunia, akibat kejahilannya, maka perbuatan mereka telah mendatangkan fitnah yang besar kepada masyarakat hingga menyebabkan perpecahan dan perbalahan atas kejahilan mereka.



Kerana itulah rasulallah s.a.w amat menekankan pentingnya menuntut ilmu sebagaimana yang disampaikan oleh Aban dari Anas bin Malik r.a. berkata : Nabi s.a.w. bersabda :


"Siapa yang menuntut ilmu bukan kerana Allah, maka tidak akan keluar dari dunia sehingga ilmu itu memaksanya untuk ikhlas kerana Allah. Dan siapa yang menuntut ilmu kerana Allah maka ia bagaikan orang yang berpuasa siang hari dan bangun dimalam hari. Dan belajar satu bab ilmu agama lebih baik baginya daripada mempunyai emas sebesar bukit abu qubais lalu dibelanjakan fisabilillah".
Oleh kerana itu rasullah s.a.w bimbang kepada mereka yang beramal tetapi jahil dan sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abul Laits dengan sanadnya didalam Tanbihul Ghafilin beliau dari Syahr bin Hausyab berkata :  Luqman al-Hakim berkata kepada puteranya:


"Anakku bila kamu melihat kaum yang sedang berzikir kepada Allah, maka duduklah bersama mereka, sebab bila kamu seorang pandai maka bergunalah ilmumu, dan jika bila kamu bodoh, maka akan mendapat pelajaran dari mereka, dan kemungkinan Allah melihat mereka dengan pandangan rahmatNya maka kamu mendapat bahagian darinya. Dan bila kamu melihat kaum yang tidak berzikir, maka jangan duduk bersama mereka, sebab bila kamu seorang alim maka tidak berguna ilmumu, "dan bila bodoh nescaya akan bertambah sesat" dan mungkin Allah melihat mereka dengan murka sehingga kamu terkena juga murka Allah".
Sungguh pasti jika seseorang yang beriman dan memiliki ilmu serta beramal pasti tidak mudah mereka dipermainan serta diperdaya oleh mereka yang suka memperdaya dan mengambil kesempatan diatas kemiskinan dan kefakiran mereka, kerana jika benar mereka beriman kepada Allah dan "beramal" dengan ilmu yang dipelajari pasti insyaAllah mereka akan dijaga oleh Allah s.w.t serta diberi kemulian sebagai mana Allah berfirman :


"Katakanlah lagi (kepadanya); "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui?" : az-Zumar 9
dan lagi Allah berfirman :


"Sebenarnya yang menaruh bimbang dan takut (melanggar perintah) Allah dari kalangan hamba-hambanya hanyalah orang-orang yang berilmu" : Faatir 28
dan sebaik-baik ilmu adalah ilmu yang semakin banyak dipelajari maka semakin takut dan ingat kepada Allah sebaigamana yang rasulallah bersabda :


"Apabila aku didatangi oleh suatu hari dan tidak bertambah ilmuku pada hari itu, yang dapat mendekatkan diriku kepada Allah azza wa jalla maka tidak ada keberkatan untukku pada hari itu"(Diriwayatkan oleh Thabrani, Abu Na'im dan Ibnu Abul Barr)

Adnan Rahim